Seperti biasa, setelah melewati rutinitas berulang (melelahkan) yang sudah dijalani dalam beberapa bulan belakangan, waktu pulang adalah momen yang cukup melegakan. Sama seperti hari ini, setelah beres-beres, sedikit diskusi dan bertukar pikiran (agar otaknya tetap terasah :D), saya pun pulang ke rumah. Namun sebelum balik, saya menyempatkan untuk mampir terlebih dahulu di SPBU Sawahan untuk mengisi bensin motor. Disinilah saya sedikit menyadari satu hal, yang sebenarnya sudah saya perhatikan juga dalam beberapa kesempatan mengisi bensin di sini, yang mungkin memiliki arti lebih untuk sedikit memahami kehidupan.
Hal yang nampak mungkin sederhana, hanya sekelompok anak-anak yang berada di SPBU tersebut. Dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan, bertugas (jika bisa dibilang begitu) untuk meminta sumbangan bagi anak yatim, seperti tulisan yang tertera di kotak yang mereka bawa. Kemudian datang seorang anak laki-laki (sepertinya masih teman kedua anak tadi) yg mengendarai sepeda di area SPBU sembari unjuk beberapa keahliannya dalam bersepada.
Melihat hal itu, si anak laki-laki yg awalnya sedang meminta sumbangan, langsung menarok kotak sumbangannya, melepas baju koko dan celana panjang yg ia kenakan, dan menghampiri si anak yang membawa sepeda untuk meminjam sepeda tersebut. Si anak yang membawa sepeda pun meminjamkannya. Kedua anak ini pun bermain bersama dengan penuh canda tawa, sementara itu si anak perempuan melihat mereka dengan raut wajah yg bahagia juga. Sebuah pemandangan sederhana, namun memiliki arti yg cukup dalam.
Pemandangan ini cukup menjadi menjadi salah satu contoh jawaban dari beberapa pemikiran liar saya, bahwa standar kebahagian setiap orang harus mereka sendiri yg menentukan, tanpa perlu melihat aspek dari luar. Mungkin bagi sebagian orang, melihat pemandangan seperti itu muncul rasa iba, karena anak-anak tersebut masih ada di luar ketika hari sudah larut malam. Namun jika dilihat dengan pola pikir aneh saya tadi, ternyata mereka masih memiliki kebahagiaan untuk diri mereka sendiri, terlepas dari situasi dan keadaan yang sedang mereka jalani.
Memang hanya diri kita sendiri lah yang bisa menentukan kebahagiaan yang diinginkan. Namun setelah hampir mencapai usia seperempat abad ini, ada sedikit tambahan dari pola pikir saya yang mungkin masih egois tersebut, yakni memang standar kebahagiaan kita yang menentukan sendiri tanpa ada pengaruh dari luar, tetapi terkadang cara untuk mencapai kebahagiaan tersebut tidak boleh melukai atau mengganggu cara orang lain untuk mencapai kebahagiaannya juga, karena bagaimanapun juga, manusia tetaplah makhluk sosial, yang saling membutuhkan antar sesama.
Komentar
Posting Komentar